Entah …Sudah berapa kali ku bolak-balik lembaran buku yang sedang kubaca, tak ada satu kalimatpun yang dapat kumengerti, aku tahu hatiku tidak sedang disini, pikiran ku melayang sejauh
pandangan. Huruf-huruf itu seperti bertebaran tanpa makna.
Rasa gelisah ini semakin menyiksa ketika hanya kulihat tembok putih itu, biasanya tembok putih itu berbicara padaku. Kadang dia memberikan warna-warna yang kusuka, kadang dia memantul-mantulkan tulisan yang ingin kubaca, kadang dia menampilkan sosok yang kurindu. Tapi kali ini dia berhianat, malam ini dia berhianat, tak satupun warna, tulisan atau sosok disana. Putih, pucat, sepi dan diam. Kemana dia pergi ?.
Kusentuh teh di cangkir, dia pun dihianati waktu, telah dingin tanpa sempat kunikmati kehangatannya. Musik itu pun telah lama berhenti berputar. Sekarang aku sendiri , bahkan hembusan
nafasku dapat kudengar. Aku terdiam mencoba menahan nafasku, bertarung mencoba seberapa jauh aku bisa bertahan.
Aku menutup mataku, menutup hatiku, menutup semua pintu jiwaku . Sesak, ya sesak, jantungku berteriak meminta udara, tak kugubris, bertahan tekadku. Entah berapa lama ketika akhirnya kuhembuskan nafasku. Kubuka mataku pelan, aku menggeleng. Tak ada lagi yang kuinginkan. Aku bangun dan berjalanmenuju jendela, tak tahu aku waktu yang berputar sekarang, akan malamkah?, tengah malamkah? aku sudah tak perduli . Kulewati jam angkuh yang terdampar didinding itu. Ia hanya pengingat. Bukanpembatas. Terus ku telusuri sampai akhirnya aku membukapintu dan yang kulihat hanya gelap. Tapi sekilas aku melihat cahaya dilangit. Bintang itu. Indah …, kecil tapi indah …
Dingin … kali ini aku dihianati oleh alam. Dingin ini menusuk tulang , aku tak bergeming, ingin lebih ku nikmati rasa ini. Biar saja sekaligus mendinginkan jantung dan hatiku. Biar saja melewati darahku , biar saja membuka semua kelopak poriku. Aku diam, diam , diam dan diam. Kulihat cahaya bintang itu meredum, tetapi kulihat lagi ada cahaya yang terang lebih terang dari bintang kecil tadi.