“Tuhan tidak akan membiarkan sekecil apapun kebaikan menjadi sia-sia. Berangkatlah dengan penuh keyakinan, berjalanlah dengan penuh keikhlasan dan istiqomah dalam menghadapi cobaan" - (Abdillah Irsyad El Nur)

Sungguh Puisi Ini Tidak Untuk Merayu

Andai saja telingamu adalah telingaku, maka alih-alih berteriakaku cukup membisikkan namamu rendah-rendah.
Dan apa bila tak ada lagi hatimu dan hatiku, mungkin satu hati akan cukup bagi kita berdua.

Dalam Puisi Ku

Dalam puisiku,
Kuselipkan mendung dalam puisi-puisiku,
karena aku tahu kau mencintai hujan.
Alasan yang sama kenapa aku selipkan aku diantara puisi-puisiku.
"Depok - 06:18"

Gombalan Kereta

I : Sayang sayang, kamu tau ngga kalo kita ini bagaikan rel kereta api.
R : Lho, Kok kaya rel kereta api sih?
I : Iya, soalnya kita selalu berdampingan, terus menyambung dan ngga akan pernah putus sampai kapan pun.
Eaaaa.....  !
(^_^)

Love Is Like a Train

Woke up with nothing to do
But lay around the house and think about you
Remembering things that we said last night
Now I can’t get you off my mind
Get a feeling when you come around
Rush when you’re passing by
My feet don’t touch the ground
And smoke is blowing into the sky
Love is like a train Keeps on moving
Love is like a train Gets me high
Love is like a train Rolling on through the night
What’s this tale that you’re telling me
Lips move but I don’t hear a sound
Look up and all I see
Is smoke blowing you to another town
Got me backed up against the wall
Tied down to the track
You got me X X, you got me X X
Red light’s turning black
Woke up with nothing to do
But lay around the house and think about you
Remembering things that we did last night
Now I can’t get you off my mind
Love is like a train Keeps on moving
Love is like a train Gets me high
Love is like a train Keeps on rolling
Love is like a train through the night
Love is like a train Keeps on moving
Love is like a train Gets me high
Love is like a train Rolling on through the night
Yeahhhhh ....
Syalala lalaa ....
Teriak teriak gak jelas nih sambil membentangkan tangan dipintu gerbong. Mengawasi kereta yg sdg berlari.
Menikmati hembusan angin malam yang liar "wusshhh wusshh".
Dinginn, gemetar, segar ...
Cinta cinta cinta ...
Mengejar cinta itu seperti mengejar kereta.
Tak berhenti sampai menemukan stasiun labuhannya.
Capek emang rasa nya mengejar cinta.
Tapi ....
Rasa capek itu seakan hilang ketika kita menikmati prosesnya.
Cinta itu emang aneh, udah tau menyakitkan, ttp saja membuat penasaran. :D
(^_^)

Cinta Itu = Sepasang Rel Kereta


CINTA itu ...
Bagai sepasang rel kereta
yang tidak pernah bertemu.
Tapi mereka dapat mengantarkan
rangkaian kereta sampai tujuannya.
Bagai besi-besi rel di malam hari,
kaku dan beku.
Tapi saling dipertautkan
oleh bantalan cinta.

*Sepenggal Renungan diatas keretaku yang berlari menembus kesunyian malam. Ditemani bunyi gemercik logam rel yang saling bergesekan, keras, bergetar, tegar*
"Gaya Baru Malam Selatan. Cirebon ,18:33"

Kereta Apiku "Sayang"

Kereta apiku lari dengan kencang
Melintas sawah, bukit, serta ladang
Angin mengejar, mencoba menghalang
Kereta apiku laju bagai terbang
Larilah cepat hai kereta apiku
Bawa ku segera ke tempat ku tuju
Jika kau tampak kampung halamanku
Bunyikan nyaring seruling keretamu
Laju lajulah keretaku, laju lajulah keretaku
Laju lajulah kereta apiku
Come on guys!
Lalalalala lalalalala
Laju lajulah keretaku, laju lajulah keretaku
Laju lajulah kereta apiku
Kereta apiku lari dengan kencang
Melintas sawah, bukit, serta ladang
Angin mengejar, mencoba menghalang
Kereta apiku laju bagai terbang aw aw aw
Laju lajulah keretaku, laju lajulah keretaku
Laju lajulah kereta apiku
Menggapai pujaan hati
yang kan selalu ku kenang
yang kan selalu ku perjuangkan.
(^_^)
"Stasiun Balapan, 16:04"

Bus CINTA Sore Ini


Sore ini ditemani oleh seorg gadis aku beranjak meninggal perantauan ku saat ini. Waktu terus berjalan, detak jam terus berputar, dgn sabar aku menanti kedatangannya di terminal. Yaaa....maklum lah baru "perdana" nh pulang ditemani oleh gadis pujaan. :3

Dannnn jeng jeng, akhirnya sosok yang ditunggu pun datang. Dengan senyum khas nya dia membuka percakapan. Terbayar sudah segala kesabaran yang telah aku perjuangkan. *Alhamdulillah* :D

Bermacam interaksi terjadi di atas BUS Patas Sandy Putra (Red:aku beri julukan BUS Cinta nh teman. :D) sambil menunggu sampainya ditempat tujuan. Spt biasa keramahannya itu lho yg membuat ku nyaman. Dan tentunya senyumannya pun yg membuatku selalu ketagihan. :3

Singkat cerita aku pun mulai sendirian. Yahh kita mulai berpisah di terminal Bungurasih. Maklum dia asal nya Surabaya th teman, jd tak mungkinlah jika aku bawa pulang sampai kampung halaman, bs2 membuat gempar rumah th ntr. Hihihii...

Nah saat sendiri itulah kebiasaan ku mulai muncul, ya merenung sambil menghayal. Merenungkan perjuangan hati ku yang belum usai. Merenungkan nasib harapan ku itu yang tak kunjung tercapai. Nah selanjutnya topik bahasan resmi nya akan segera dimulai. Krn menyangkut masalah hati nih teman. Hihihii...

Dari hasil renungan ku, kali ini aku akan membahas soal CINTA. *siyaahhh macak pujangga disek euy* :p

Ngomong2 soal BUS Cinta td, spt nya cocok nh buat diselipkan dlm topik bahasan. Hahay..
Cinta itu seperti orang yang menunggu bus teman.

Suatu ktk sebuah bus datang," Wah...., terlalu penuh, tidak bisa duduk nih! Aku tunggu bus berikutnya saja. "Kemudian bus berikutnya datang. Ia melihat dan berkata, "Aduh, busnya sudah tua dan jelek begini....tidak mau ah...." Bus selanjutnya datang, tetapi seakan-akan tidak melihatnya dan melewatinya begitu saja. Bus ke empat berhenti di depannya. Bus itu kosong, kondisinya masih bagus, tetapi dia katakan, "tidak ada AC ih, saya bisa kepanasan," maka dia membiarkan bus ke empat pergi. Waktu terus berlalu, dia mulai sadar bahwa ia bisa terlambat pergi kuliah. Ketika bus kelima datang, ia langsung melompat ke dalamnya.Setelah beberapa lama ia akhirnya sadar kalau ia salah naik bus; bus tersebut bukan menuju kampusnya.

Yaaa, Sering kali seseorang menunggu orang yang benar-benar ideal untuk menjadi pasangan hidupnya. Padahal tidak ada orang yang 100% memenuhi ideal kita. Tidak salah memiliki persyaratan untuk "Calon", tetapi tidak salah juga memberi kesempatan kepada bus yang berhenti di depan kita, tentu yang sesuai dengan jurusan yang kita inginkan,daripada kita harus "berjalan kaki menuju kampus" -dalam arti meneruskan hidup ini tanpa kehadiran orang yang kita kasihi. Apabila ternyata bus itu tidak cocok, kita masih bisa berteriak "kiri" dan keluar dari bus. Semuanya tergantung pada keputusan kita. Kalau kitabenar-benar menemukan bus yang kosong, masih baru, ber-AC, dan jurusannya sesuai dengan yang kita inginkan, kita harus berusaha sekuat tenaga untuk memberhentikannya dan masuk ke dalamnya, karena menemukan bus seperti itu adalah suatu berkat yang sangat berarti dan berharga, yang tidak di dapatkan oleh semua orang.

Yak itulah cinta, kadang sering membuat diri kita dilema. Bahagia tak selama nya harus dgn cara memiliki. Selagi kita masih bs selalu berada di dekatnya, stdk nya kita msh bs melihat senyum kebahagiaan dr nya.

Perjuangan ku pun blm usai teman. Semoga dgn tulisan ini bisa sedikit "nyerempet" perasaan yg kemaren gagal utk aku taklukkan. :D

Semoga anda menjadi orang yg beruntung , yang segera dapat bus patas utk mencapai tujuan anda yyaaaaa. :D

#firstmoment

"R"

∩__∩

Keunikan Warung Kopi di Jember

:: Warkop Cak Wang belakang FISIP Universitas Jember ::

Sama seperti para pelajar yang lain, saya juga akrab dengan yang namanya warung kopi. Itu adalah tempat yang bersahabat untuk melepaskan penat dan mengembalikan energi yang hilang. Untuk urusan kopi, Jember memang tidak sehebat kota-kota lain yang memiliki jenis kopi khas dan cara penyajian yang unik. Namun begitu, warung-warung kopi di sini mudah sekali mengadaptasi  semua itu, tergantung permintaan pelanggan. Ya, Jember memang hebat dalam hal adaptasi. Bisa dikatakan, Jember adalah Amerika serikat dalam skala kecil. Tempat bercampurnya segala budaya (terutama dari dua kebudayaan besar, Jawa dan Madura) dan membola salju menjadi sebentuk kebudayaan dengan polesan baru. Maklumlah, Jember memang bukan kota yang berdiri di atas reruntuhan kerajaan besar.

Kembali tentang warung kopi di Jember..
Ada yang unik dengan suasana warung kopi di Jember. Dan saya rasa, ini sulit ditemui di warung kopi di kota-kota lain. Yang saya maksud tidak lain adalah mengenai perpindahan bahasa. Sekali waktu menggunakan bahasa Indonesia, kemudian pindah dengan menggunakan bahasa lokal. Kadang bahasa Jawa kadang bahasa Madura. Dan saat melakukannya, mereka tidak perlu berpikir lebih untuk merangkai kata. Semuanya sudah teranalisis otak kiri dan telah terimajinerkan otak kanan.

Suasana yang akrab dengan gaya komunikasi yang unik, itulah andalan warung kopi di Jember. Keunikan ini pernah saya rasakan ketika sedang ngopi di kantin di dalam kampus Universitas Jember bersama seorang mahasiswa teman saya.

Di sana saya ceritakan juga kenapa bahasa orang Jember bisa seunik sekarang ini. Kali ini, saya tuliskan lagi dengan lebih sederhana, mengambil sudut pandang dari suasana di warung kopi.Tentang gaya berkomunikasi masyarakatnya, dan pilihan kata yang khas.

Bila anda sedang nyruput kopi di sini dan sedang beruntung, anda akan mendapatkan suasana obrolan hangat dan menemui kata kata yang bukan Jawa bukan pula Madura.

Contoh kata-kata yang bukan Jawa dan bukan Madura :
Kalau orang jawa menyebut cangkul dengan pacul, maduranya landuk. Kalau di Jember namanya pacol.
Di bahasa jawa, bambu dikenal dengan nama preng, maduranya perreng, dan bahasa Njembernya adalah eppreng.
Orang Madura mengenal ayam dengan kata ajem. Bahasa jawanya pethek (e dibaca seperti membaca reggae). Orang Jember menyebut ayam dengan Pethek (e dibaca seperti membaca pesek).

Di atas adalah kata kata hasil akulturasi budaya. Ada juga kata-kata baru, yang lahir dari asimilasi budaya. Ciri-cirinya, kata mengandung pengulangan dan tersebar juga di daerah pandhalungan (sekitar Jember).

Sebentar lagi BBJ / Bulan Berkunjung Jember akan segera digelar. Bagi anda yang berencana untuk berkunjung kemari, sempatkan juga untuk nongkrong di warung kopi kelas rakyat.  Anda hanya butuh sedikit konsentrasi, pasang telinga, kemudian rasakan sensasinya.

Mengenal Lebih dekat KH. Nurhasan Al-Ubaidah




Siapakah sosok KH. Nurhasan Al-Ubaidah yang fotonya terpampang di rumah warga LDII?
Almarhum KH Nurhasan Al Ubaidah adalah pendiri Pondok Pesantren LDII, Banjaran, Burengan, Kediri, seorang ulama besar yang selama 11 tahun belajar ilmu agama di Makkah dan Madinah. Lahir di Desa bangi Kediri Jawa Timur (1908).

Beliau menguasai Al-Qur’an dan ilmu-ilmu Al-Qur’an. Beliau menguasai Qiroah Sab’ah, yaitu bacaan Nafi’ Al Madani, Ibnu Katsir Al Makki, Abu Amr Al Bashri, Ibnu Amir As Syami, Ashim Al Kufi, Hamzah Al Kufi, dan Ali Al Kisa’i. Masing-masing guru tersebut memiliki dua murid yang sangat terkenal, sehingga bacaannya diistilahkan 21 bacaan.

Beliau juga menguasai 49 kitab-kitab hadits lengkap dengan ilmu alatnya. Diantara guru-guru belaiu adalah: Imam Abu Samah (Muhammad Abdul Dhohir ibn Muhammad Nuruddin Abu Samah At-Talini Al-Mishri Al-Makki), Syekh Umar Hamdan (Abu Hafs Umar ibn Hamdan ibn Umar ibn Hamdan al-Mahrasi At-Tunisi Al-Maghribi al-Madani Al-Maki rahimahullah), Syekh Yusuf, dan lain-lain..

Pengalaman Pesantren

  1. Pondok Semelo, Nganjuk (sufi)
  2. Pondok Jamsaren, Sala
  3. Dresmo, Surabaya (belajar silat)
  4. Sampang, Madura (Kyai Al Ubaidah, Batuampar)
  5. Lirboyo, Kediri
  6. Tebuireng, Jombang
Kisah Kehidupan KH. Nurhasan Al-Ubaidah :
1929 : Berangkat haji pertama, mengganti nama menjadi Haji Nurhasan Al Ubaidah
1933 :
• Belajar hadits Bukhari dan Muslim kepada Syeikh Abu Umar Hamdan dari Maroko
• Belajar di Madrasah Darul Hadits dekat Masjidil Haram
Info lain :
• Berangkat ke Mekah tahun 1937/1938
• Tiba di Mekah, disaksikan oleh H. Khoiri Ketua Rukbat Nahsyabandi (asrama pemukim di Saudi Arabia)
1941 :
• Kembali ke Indonesia, membuka pengajian di Kediri
• Menikah dengan Al Suntikah Binti H. Ali dari Mojoduwur Jombang.

Warga LDII menempatkan beliau sebagai Ulama Besar.. (http://id.wikipedia.org/wiki/Nurhasan_Al_Ubaidah)

Banyak yang tidak mengetahui secara benar siapa sebenarnya syeikh Nurhasan Al-Ubaidah bin Abdul Aziz serta belum mengerti maksud dan tujuan dakwah tauhid-nya termasuk banyak fakta tak terungkap yang tersembunyi kebenarannya, sehingga beliau mendapat hujatan dan fitnahan dari orang-orang yang tidak senang kepada beliau. Bahkan ada orang-orang ilmu agamanya masih sedikit berani menghujat beliau, padahal info yang dimilikinya tentang H. Nurhasan dan metode dakwah beliau, sangatlah minim info.

Sebagai contoh banyak yang tidak mengetahui bahwa beliau menyampaikan dakwah dengan kata-kata yang keras, tegas, bahkan terkesan menyakitkan hati, padahal itu hanya bagian metode dakwah, mengingat saat itu awalnya diajak dengan cara persuasif, lemah lembut (untuk menetapi agama Islam secara Quran Hadits dan tidak mengamalkan bidah, khurofat, tahayul, dll serta ajakan bersatunya umat Islam) namun tidak digubris, akhirnya ibarat menyelamatkan orang yang akan celaka tertabrak kereta api, ya harus ditarik keras. Bayangkan kalau ada yang mau tertabrak kereta kemudian mengingatkannya dengan pelan-pelan, “muuuaaaass awaaaa…aas ada kereta lewaaaa…t,…awaaaas tertabruuuakk…“. Ya, keburu ketabrak! ya nggak sih?

Akhirnya beliau syeikh Nurhasan Al-Ubaidah menerapkan metode “babat alas” (periode 1950-1960), ibarat membuka hutan untuk dijadikan perumahan, yaa tentunya semak-semak, alang-alang, pohon melintang yang menghalangi jalan, dsb harus dibabat dulu khan ? Setelah itu, baru proses penataan, dan selanjutnya pelestarian.   Nah, saat beliau menerapkan metode dakwah “babat alas” inilah banyak orang yang sakit hati tidak menyadari sedang diselamatkan “dari tertabrak kereta tadi” dan bukan malah bersyukur sudah diingatkan. Akhirnya membuat fitnah dan hujatan-hujatan. Dan, metode babat alas sudah ditinggalkan sejak tahun 1960. Bahkan pada tahun 1970 beliau mengajak bersatu kepada umat Islam Indonesia berupa selebaran yang dikirim ke seluruh penjuru Jawa mulai tingkat kecamatan s/d menteri sehingga membuat gempar di masyarakat.

Fakta lainnya contoh lagi, bahwa beliau bukanlah orang yang senang berbantah-bantahan dalil dan merasa pol sendiri, tentunya ini demi kerukunan sesama muslim dan menghormati keyakinan masing-masin. Ini cerita dari Cak Thohir, “saat pak Nurhasan diberitahu oleh H. Arifin dan Pak Husein di bahwa para kyai dan ulama yang pinter-pinter sudah berkumpul ingin berdebat dengan pak haji (H. Nurhasan), kita sudah ditunggu disana!”. H. Nurhasan yang biasa dipanggil “abah” menjawab: “ayo kita kesana!”.

Setelah dimulai para kyai tersebut bertanya :
“pak kyai Nurhasan, bagaimana pendapat bapak tentang orang yang tahlilan?”, H. Nurhasan menjawab singkat : “sae!”
“pak kyai Nurhasan, bagaimana pendapat bapak tentang orang yang ziarah kubur?”, H. Nurhasan menjawab singkat : “sae!”
“pak kyai Nurhasan, bagaimana pendapat bapak tentangkitab sulam safinah?”, H. Nurhasan menjawab singkat : “sae!”
“pak kyai Nurhasan, bagaimana pendapat bapak tentang orang yang pake usholli?’ H. Nurhasan menjawab singkat : “sae!”
“pak kyai Nurhasan, bagaimana pendapat bapak tentang orang yang niat puasa membaca nawaitu shoumal ghodi?”, H. Nurhasan menjawab singkat : “sae!”

Singkat cerita, akhirnya acara yang tadinya untuk debat, malah selesai dengan saling bersalaman dan bubar dengan baik.

Contoh fakta lagi adalah masalah bab najis yang sering difitnahkah kepada LDII bahwa LDII menajis-najiskan selain warganya, bekas sholat yang selain warga LDII langsung di pel, bekas salamanan dengan selain warga LDII di cuci. Padahal setelah ditelusuri dari ajaran H. Nurhasan pun dahulu tidak ada kefahaman seperti itu (justru ditengarai/jangan-jangan ini adalah kefahaman pendamping H. Nurhasan yang akhirnya menyatakan keluar dari LDII).  Salah satu ulama LDII KH. Kasmudi pernah menelusuri para sesepuh, keluarga dekat H. nurhasan, Putra H. Nurhasan, bagaimana sih prakteknya H. Nurhasan tentang urusan najis. Ternyata tidak “kejeron“.

Salah satu kyai di LDII KH. Solihun pernah mendampingi H. Nurhasan di kapal laut selama 21 hari saat perjalanan haji. Melihat dengan mata kepala sendiri bahwa H. Nurhasan kalau sholat kalau saatnya sholat tidak selalu sholat di musholla, namun di tempat yang layak dan beliau yakin suci untuk sholat tanpa alas/lemek ya ndeprok saja sholat di situ, walaupun menurut akal mungkin tempat itu pernah dilewati orang yang baru keluar dari jeding (kamar mandi,red). Karena ternyata beliau mempraktekkan hukum Alloh dan Rasulullah tentang masalah/bab najis yaitu “idza roaitum binajasatin tahdutsu fiihi” ketika kalian melihat dengan jelas ada najis jatuh di situ, melihat dengan jelas ada kencing  atau najis lainnya di situ, bukan “idza dzonantum binajasatin tahdutsu fiihi” (ketika kalian menyangka/mengira ada najis jatuh disitu”.  Jadi bukan ro’yi/dzon/persangkaan. Rasulullah saja satu rumah dengan pamannya Abu Thalib dan tidak pernah diceritakan gantarnya/tempat cuciannya misah.

Nah, apalagi cuma salaman dan ada orang mampir sholat di tempat LDII, ngapain juga harus di cuci, itu hanya memberat-bertakan agama, padahal “addinu yusrun”.  Jadi  kalau ditelusuri fakta yang sebenarnya, ulama besar yang dihormati LDII tidak pernah memberikan ajaran yang aneh-aneh yang menyimpang dari Kitabillah wasunnati Nabiyihi (Al-Quran dan Al-Hadits).

Tulisan berikut mengungkap fakta sosok beliau yang sebenarnya dari berbagai sumber baik dari pelaku sejarah/saksi hidup maupun dari tulisan-tulisan yang terserak di berbagai sumber.

Abdul Aziz Al-Indunisy : “Dengan Gencarnya Fitnah dan Cacian yang dialamatkan kepada KH. Nurhasan Al-Ubaidah oleh orang-orang yang tidak sepaham dengan beliau dalam mengajak kepada masyarakat umat muslimin untuk menegakan hukum-hukum Alloh yang telah tertuang didalam Al-Qor’an dan Al-Hadits. Insyaalloh dengan Tulisan singkat ini dapat memberikan pencerahan dan informasi yang berimbang mengenai sepak terjang beliau kepada masyarakat umum, sehingga umat muslim pada khususnya dapat meneladani sifat-sifat dalam perjuangan beliau mengajak umat Islam kembali kepada ‘garis-garis’ yang telah digariskan Alloh kepada umat manusia sebagai jalan tunggal menuju keselamatan di dunia dan akherot yaitu Al-Qor’an dan Al-Hadits”. (http://kaptenonta.blogspot.com/2011/09/kh-nurhasan-al-ubaidah-bin-kh-abdul.html).

“Beliau adalah seorang Mujaddid (Reformis) dalam perjuangan Islam khususnya di Indonesia, kiprahnya berawal sejak kepulangan beliau dari dua kota suci asalnya agama islam (Makkah dan Madinah) sekitar tahun 1941. Perjuangan yang beliau jalani sebagai Dai yang mengajak umat Islam di Indonesia kembali pada al-Qur’an dan al-Hadits tidaklah mudah, banyak tantangan dan rintangan yang sangat berat harus beliau hadapi, mendobrak penyimpangan aqidah umat Islam di Indonesia yang sudah menjadi tradisi, walaupun umumnya masyarakat Islam di Indonesia mengaku berpegang teguh pada prinsip aliran ahlus sunnah wal jamaah akan tetapi dalam prakteknya mereka banyak mengingkari sunnah Rasulullah SAW dan mereka melaksanakan kewajiban sebagai umat islam dengan sendiri-sendiri (berfirqoh).

Gebrakan beliau membuat banyak para tokoh agama Islam atau para kiai di Indonesia kebakaran jenggot, ajaran beliau dinggap ancaman bagi eksistensi mereka, sebab jika dibiarkan umat Islam menerima ajaran KH. Nurhasan untuk berpegang teguh pada al-Qur’an dan al-Hadits bisa-bisa mereka akan ditinggalkan oleh umat. Maka mulailah tuduhan-tuduhan dan fitnahan yang keji dilontarkan kepada beliau, diantaranya dikatakan; kiyai gila, dajal uchul, PKI putih dll. (http://ubaidahlubis.blogspot.com/)

Untuk melengkapi fakta tak terungkap tentang KH. Nurhasan Al-Ubaidah yang selama ini dihujat, tulisan Mas Teguh Prayogo berikut kami kutip dari blog ini :

Dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia kita mengenal beberapa aliran islam mainstream dan non-mainstream. Meski sudah sejak era Wali Songo islam mulai tersohor di bumi nusantara, namun ternyata kekuatan gerak islamiyah lebih menyolok di era pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Hal ini ditandai oleh munculnya beberapa harokah islamiyah garis keras, yang menginginkan syariat islam ditegakkan di Indonesia dan menolak mentah-mentah hukum positif warisan Belanda. Pergerakan ini tidak dilakukan oleh 2 (dua) aliran islam mainsteam yang ada, melainkan oleh kelompok-kelompok islam radikal semisal DI/TII, NII, dan kelompok Warman. Di bumi nusantara bagian timur terkenal dipimpin oleh Kahar Muzakkar, dan di barat dipimpin oleh SM. Kartosoewiryo.

Dari pemaparan beberapa pelaku sejarah “Perang Janur Kuning Jogjakarta”, nama Kahar Muzakkar pun ikut disebut-sebut sebagai salah satu pemimpin perebutan kemerdekaan terhadap agresi Belanda di Sulawesi. Artinya, seorang Kahar Muzakkar yang pada akhirnya dianggap sebagai pemberontak pun sebenarnya memiliki andil terhadap bangsa ini dalam merebut kemerdekaan. Namun setelah bangsa ini berangsur-angsur lepas dari penjajahan, seiring itu pulalah terjadi konflik internal untuk mendaulat republik ini agar bersyariat islam, atau dengan kata lain beberapa pihak terang-terangan ingin menjadikan status negara ini sebagai salah satu negara Islam di dunia. Dalam perjalanannya sangat disayangkan, kelompok-kelompok radikal ini menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Salah satunya adalah menghalalkan mengambil harta benda milik rakyat Indonesia sendiri. Sehingga bisa dibayangkan seperti apa isi pikiran rakyat Indonesia pada waktu itu: “keluar dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya?”. Wallahu a’lam. Padahal kala itu juga pemerintah Indonesia masih dipusingkan oleh agresi kedua Belanda tahun 1949, dan konflik kepentingan antara presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, dengan salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan, Tan Malaka.

Singkat cerita, pada pertengahan era orde baru, ketegangan demi ketegangan memuncak, dimana friksi-friksi yang terjadi antara pemerintah kala itu dengan beberapa kelompok islam radikal ini akhirnya menyebabkan hampir seluruh organisasi berbasis islam di indonesia otomatis dianggap oposan pemerintah. Walhasil, kelompok-kelompok islam kecil lah yang banyak menerima imbas buruknya dari pertikaian gerakan-gerakan islam dengan pihak otoritas pada waktu itu dibanding kelompok-kelompok islam yang telah memiliki nama besar. Diantara kelompok-kelompok dakwah islam yang masih kecil pada waktu itu adalah Darul Hadits dengan beberapa kembangannya semisal YCI (Yayasan Citra Islam), KSPI (Keluarga Studi Pemuda Islam), KADIM (Karyawan Dakwah Islam), dan ASPI (Aspirasi Pemuda Islam). Darul Hadits sendiri merupakan suatu kelompok pengajian Qur’an-Hadits yang dipimpin oleh seorang ulama muda lulusan ma’had Darul Hadits di Mekkah Al-Mukarramah, Nurhasan Al-Ubaidah bin Abdul ‘Aziiz (1908-1982). Konon kelompok pengajian ini sangat peduli terhadap tauhid, akhlak, akidah, dan pemurnian tata laksana peribadatan ummat islam kala itu yang masih banyak dianggap menyimpang dari sumbernya: Qur’an dan Hadits (as-Sunnah). Ditinjau dari sisi manapun, melalui perjalanan panjang sejarah tandzim dakwah islamiyah ini, Darul Hadits eksis bertujuan untuk membetulkan seluruh sendi pengamalan ibadah rakyat Indonesia yang masih banyak menyimpang dari Qur’an dan Hadits, tanpa perlu melakukan konfrontasi dengan pihak otoritas, orde lama, maupun orde baru. Tidak seperti tudingan orang-orang yang tidak mengerti sejarah esensi perjuangan amar ma’ruf nahi munkar-nya, mereka menuding bahwa Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah rahimahullah ingin mendirikan ‘negara dalam negara’. Tapi sampai hari wafatnya, hal tesebut bahkan sama sekali tidak terbukti.

Kaidah keislaman para muslimin di Indonesia pada waktu itu dinilai masih banyak terikat dengan kelakuan-kelakuan peribadatan yang sebenarnya bertentangan dengan aturan-aturan Allah dan Rasul shallallahu ‘alaihi wassalaam dengan pemaparan dalil-dalil syar’i olehnya. Era ini disebut-sebut sebagai era “Babat Alas” [1]. Suatu masa dimana perjalanan amar ma’ruf nahi munkar Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah kepada sanak famili, teman-teman, dan sejawat-sejawat ulama dilalui dengan berbagai rintangan fisik maupun metafisik, sebagai hasil dari metode amar ma’ruf nahi munkar-nya yang dikenal keras. Beliau berpesan kepada para santrinya bahwa terkadang amar ma’ruf nahi munkar itu memerlukan sikap yang tegas. Beliau pun sangat bertanggung jawab terhadap reaksi masyarakat atas metode-nya itu, dan memberi gambaran metode “babat alas” tersebut seperti ini: “gambarannya seperti ada orang yang tertidur di bantalan rel kereta api, sudah berkali-kali diperingatkan / diteriaki bahwa ada kereta yang akan lewat, ia malah terlelap tidur. Akhirnya si orang tidur tadi dibangunkan dengan cara paksa, yakni dengan diseret ke tepi agar ia selamat. Meski pada awalnya orang yang tertidur tadi marah-marah karena diseret paksa, namun bilamana ia sadar bahwa justru ia diselamatkan hidupnya, insya Allah ia akan berterima kasih”.

Sering kali syeikh memberi motivasi kepada para santrinya yang menemui banyak rintangan dan cobaan atas ‘hasil jerih payah’-nya beramar ma’ruf nahi munkar dengan beberapa gandangan (bahasa Jawa: senandung) yang salah satunya adalah gandangan “kembang turi”. Isinya kurang lebih begini: “kembang turi lak melok-melok, sego wadang sisane sore, ora peduli wong alok-alok, sandang pangan lak golek dewe”. Intisarinya adalah: jangan jatuh mental dalam beramar ma’ruf nahi munkar, jangan pedulikan orang lain yang mengolok-olok, toh urusan sandang dan pangan kita mencari sendiri, dan tidak meminta-minta kepada mereka yang mengolok-olok. Meski terkesan remeh, namun gandangan seperti ini merupakan warisan tradisi kejenakaan yang cerdas ala kyai-kyai tradisional tanah Jawa dalam berkelakar namun memiliki arti dan filosofi yang sangat dalam. Semisal teka-teki longan (bahasa Jawa: kolong meja atau kolong tempat tidur). “Apakah longan itu tetap ada jika meja atau tempat tidur dipindahkan? Jadi, apakah longan itu benar-benar ada?”. Atau semisal KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah berkelakar pada acara pembukaan website Akbar Tandjung: “Kenapa setiap orang berpidato selalu menyatakan: Mari kita panjatkan syukur? Memangnya (si) Syukur nggak bisa manjat sendiri?” (Fachry Ali, Gatra, Mei 2008).

Meski dijuluki mustadid (orang yang luar biasa) oleh sejawat-sejawat ulama, Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah rahimahullah bukanlah termasuk orang yang jummud (kaku), terkadang syeikh menghibur santri-santrinya sebagaimana cerita yang berkembang seperti; pernah suatu ketika dalam membangunkan santri-santrinya untuk sholatul lail atau sholat malam (tahajjud), syeikh tidak segan-segan berjoget menghibur santri-santrinya yang masih terkantuk-kantuk dengan sapu ijuk, yang syeikh gambarkan sebagaimana kuda lumping. Dari hal itulah tersirat, syeikh mencontohkan kepada santri-santrinya, bahwa dalam suasana apapun orang-orang yang menegakkan hujjatullah harus tetap gembira dan ceria, mesti dalam kondisi yang membencikan, atau dalam kondisi sedang mendapat cobaan sekalipun dari Allah Ta’ala. Sebagaimana anggota pramuka yang selalu menghibur dirinya di kala apapun: “buat apa susah? buat apa susah? susah itu tak ada gunanya”.

Masih teringat dari beberapa saksi sejarah perjalanan era “babat alas” semisal Al-Hafidz Syeikh Su’udi Ridwan rahimahullah, maupun Syeikhul Hadits Kasmudi As-Shiddiqqy bercerita bahwa seringkali Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah menerima banyak ‘bingkisan’ dari orang-orang, bahkan ulama-ulama tradisional yg tidak sepaham dengannya berupa teluh, santet, dan benda-benda ‘terbang’ aneh lainnya yang tidak bisa diterima oleh akal sehat manusia modern. Semua itu Beliau hadapi dengan sabar, tawakkal, serta yang paling penting adalah doa. Tentang doa kepada Allah Ta’ala, dari penuturan Syeikh Nur Asnawi rahimahullah, salah satu rekan menuntut ilmunya di Mekkah-Medinah dulu, menceritakan bahwa syeikh sangat yakin akan doanya kepada Allah Ta’ala. Pernah suatu ketika di Mekkah, ada seorang temannya kelaparan tidak punya beras (makanan) untuk dimasak, akhirnya Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah berdoa agar Allah Ta’ala memberikan beras yang bisa untuk dimasak saat itu juga. Walhasil, doanya maqbul. Allah Ta’ala mengabulkan permintaannya!. Bagi kita yang awam memang agak sulit menerima cerita-cerita ‘tidak masuk akal’ semacam ini. Namun kenyataannya memang demikian, apalagi cerita ini diperoleh dari saksi hidup kala itu, Syeikh Nur Asnawi rahimahullah. Bahkan salah satu santrinya yang saat ini telah menjadi salah satu ulama di Pondok Pesantren Kertosono, Ustadz Ubaid Khairi, pernah punya pengalaman spiritual yang sama seperti Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah, yakni langsung dikabulkan doanya semasa ia dan keluarga sedang menghadapi kesulitan ekonomi. “Setelah bermunajat di dalam bis kota yang mangantar saya dan anak istri pulang ke rumah. Allah langsung memberi saya uang tunai. Bahkan saya dan keluarga bisa mempergunakan uang itu untuk keperluan sehari-hari selama kurang lebih 2 (dua) bulan…”, tuturnya tatkala ia didapuk (bahasa Jawa: dinobatkan) sebagai salah satu penyampai materi pada camping Cinta Alam Indonesia di Cikole, Bandung, beberapa tahun silam. Cerita yang sama, di zaman yang berbeda. Believe it or not.

Pada akhirnya sebagai manusia biasa, Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah rahimahullah dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa pada Februari 1982 dan dimakamkan di pemakaman keluarga, Marga Kaya, Karawang, Jawa Barat. Namun demikian warisan semangatnya untuk menegakkan kalimatullah di negeri ini, agar Allah dan Rasul shallallahu ‘alaihi wassalaam tidak didustakan oleh setiap manusia, tetap ada dalam diri sanubari masing-masing generasi penerus pejuang agama yang secara ilmu-pun masih terlampau jauh ketimbang Beliau, yang diberi julukan mustadid (orang yang luar biasa). Luar biasa, karena Beliau al-Hafidz, menguasai bacaan Qiraatus-Sab’ah, mufassir yang mumpuni, menguasai Mustholah Hadits, menguasai ilmu alat, mengerti taraf ilmu dari terminologi wajib, sunnah, makruh, mubah, menguasai ilmu dari 49 perowi hadits beserta sanad-nya yang muttashil sampai Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalaam, gemar bekerja keras, tidak pernah takut dengan kondisi kehidupan apapun kecuali hanya takut kepada Allah Ta’ala, seorang hamba yang sangat percaya qodarullah dan nashrun minallah, ahli dalam berdoa, ulama yang dicintai santri-santrinya sekaligus dibenci oleh orang-orang yang belum bisa menerima al-Haqq ini secara utuh dan murni, dan lain-lain. Namun jangan lupa satu hal, semua izzah itu didapatkannya atas dasar usaha, kerja keras, dan kecintaannya terhadap al-Haqq, tidak didapatkannya dengan cara santai, bersenda gurau, main-main (lahan), atau dengan istirahatnya badan. Beliau menimba ilmu agama ini sekitar 10 tahun di Mekkah-Medinah, dimulai pada tahun 1930-an sampai tahun 1941. Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah tetaplah seorang hamba Allah Ta’ala yang memiliki kekurangan. Namun kebajikan kebajikannya-lah yang mesti diambil sebagai manfaat agar berkah Allah Ta’ala tetap atas kita semua. “khoirun naasi man yanfa’uhum lin naas”, “sebaik-baiknya manusia adalah yang banyak memberi manfaat kepada manusia lainnya”.

Tahun berganti, zaman pun berubah. Dimana manhaj (metode dakwah) Darul Hadits yang pertama kali datang pada tahun 1941 di Indonesia, justru saat ini telah banyak orang dan kelompok dakwah yang mengadopsinya. Diakui atau tidak, dari beberapa ulasan dan website islam yang mudah ditelusuri, banyak individu-individu dan ulama-ulama zaman ini yang pada akhirnya secara jujur maupun tidak, mengerti bahwa pergerakan dakwah islamiyah mereka mempunyai kemiripan dengan apa yang dulu digerakkan oleh Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah sejak tahun 1941 di Indonesia, yaitu merujuk pada tata cara ibadah ummat islam yang hakiki, yang wajib, yang menurut sumber aslinya: Qur’an dan Hadits, tanpa harus tercampur aduk dengan adat istiadat warisan ummat Hindu-Buddha atau Animisme-Dinamisme di Indonesia, yang justru bisa menjadikan agama islam ini semakin jauh dari kemurniannya. Padahal jelas dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala memerintahkan agar kita selalu memurnikan agamanya… “mukhlishiina lahud diin”

Dalam salah satu buku terbitan Madani Institute, manhaj yang berasal dari Jazirah Arab dan diwariskan oleh Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah rahimahullah ini, dimasukkan ke dalam konteks pergerakan salafiyyah (salafism). Yaitu pergerakan islam yang menomorsatukan pemurnian islam, yang sebagaimana Rasullullah shallallahu ‘alaihi wassalaam dan sahabat-sahabatnya contohkan, sebelum akhirnya islam sendiri terpecah belah. Dengan kata lain, manhaj yang merujuk pada tata cara ibadah dari 3 generasi awal datangnya islam.

Apakah manhaj yang diadopsi oleh Darul Hadits ini disebut ahlussunnah wal jamaah, salafiyyah, atau wahhabiyyah, bukan merupakan issue yang substansial. Sebab sebagaimana kutipan nasehat Syeikh Salih Fauzan rahimahullah, “siapapun bisa menyandang gelar salafiyyun atau ahlussunnah wal jamaah, namun yang penting adalah esensinya ibadahnya”. Tapi lucunya, kabarnya Darul Hadits dulu sempat diberi beberapa julukan yang nyeleneh oleh orang-orang yang tidak sepaham, dengan julukan semisal: Jamaah mbah Syuro, Jamaah Takfir, Neo-Khawarij, Islam Puritan, Islam Jawa, Islam Murni, Wahhabi, PKI putih, dan lain-lain. Namun hal itu tidak lantas menyurutkan potensi amar ma’ruf nahi munkar sampai saat ini. Karena memang itulah cobaan menjadi manusia yang beriman secara konsekuen kepada Allah Ta’ala. Sangat cocok dengan dalil ini… “huffatul jannati bil makarih, wa huffatun naari bis syahwat”, “surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang membencikan… dan seterusnya”. Artinya, tidak mudah mencari surga Allah Ta’ala. Pasti ada rintangan dan cobaan.

Namun pastinya, hingga sekarang soal penjulukan, gelar, atau penisbatan, kosa kata al-Manshuuriin, atau Thaifah al-Manshuurah (golongan yang mendapat pertolongan Allah Ta’ala) lebih disukai bagi hampir seluruh individu generasi penerus Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah, daripada penggunaan kosa kata Salafi, Wahhabi, Ahlussunnah Wal Jamaah, Madzhabiyyah, atau penisbatan lainnya. Sesuai pula dengan dalil dalam kitabullah yang menyebutkan… “haqqun ‘alaina nunjil mu’miniina”, dan hujjah ini… “maa yaf’alullohu bi ‘adzaabikum in syakartum wa aamantum”, “wajib atas Kami (Allah) menolong orang-orang yang beriman”, dan lain-lain. Tidak masalah dengan urusan julukan, karena pada akhirnya, yang penting adalah bagaimana tata cara ibadah kita kepada Allah Ta’ala. Julukan apapun tidak bisa dijadikan bekal bagi seseorang untuk berhasil masuk surga, dan terselamatkan dari api neraka. Hanya amal ibadah dan atas rahmatNya-lah yang menjadi penentu suksesnya manusia di kehidupan akhirat nanti kelak.

Demikian sekilas cerita mengenai sosok Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah rahimahullah, yang mungkin hal ini bisa jadi merupakan suatu ikhtiar pemulihan nama baik terhadap berita-berita miring yang selama ini berkembang mengenai diri dan metode dakwahnya, yang pada kenyataannya malah bertentangan dengan apa yang telah syeikh perjuangkan sampai akhir hayatnya. Suatu ikhtiar yang diilhami oleh “Surat Surat Bersih Diri Muhammad bin Abdil Wahhab”.

Sehubungan dengan hal ini, sebagai referensi agar kita lebih mengerti seperti apakah sosok seorang ‘alim ulama (ahli ilmu) yang dipandang berkualitas, hebat, atau mumpuni, Imam al-Shatibi rahimahullah lebih jauh telah menarik kesimpulan, bahwa ada 3 (tiga) karakteristik pokok seorang ulama yang dipandang berkualitas, hebat, atau mumpuni:

1) Ia melaksanakan apa-apa yang ia ucapkan/ajarkan.
Telah terbukti bahwa Beliau selalu konsekuen menjalankan apa-apa yang ia ajarkan kepada santri-santrinya, tentunya semua yang sesuai dengan kaidah Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas yang tidak bertentangan dengan aturan-aturan Allah-Rasul. Bahkan para santrinya meniru apa saja yang Beliau lakukan dalam beribadah kepada Allah, dikarenakan mereka (santri) yakin bahwa amalan Beliau tidak lepas dari Qur’an dan Hadits. Hal tersebut bukan termasuk taklid membabi buta, karena selalu diiringi dengan ilmu. Bahkan menurut kesaksian para orang-orang terdahulu yang pernah se-zaman dengannya, Beliau mengeluarkan sayembara yang berlaku sampai akhir hayatnya: Beliau bersedia memberikan motor bagi siapapun yang mengetahui bahwa ada amal perbuatannya yang tidak sesuai dengan aturan Allah dan Rasul shallallahu ‘alaihi wassalaam. Subhanallah.

2) Ia sendiri mendapat ilmu langsung dari ulama-ulama terpercaya dan mumpuni dalam kapasitasnya sebagai ahli ilmu.
Dalam sanad-nya secara tersurat beliau langsung menimba ilmu atau berguru langsung dengan para Masyaikh Darul Hadits Mekkah Al-Mukarramah yang mu’tabar semisal Syeikh Umar Hamdan (Abu Hafs Umar ibn Hamdan ibn Umar ibn Hamdan al-Mahrasi At-Tunisi Al-Maghribi al-Madani Al-Maki rahimahullah), atau Syeikh Abu Samah Abdul Dhohir (Muhammad Abdul Dhohir ibn Muhammad Nuruddin Abu Samah At-Talini Al-Mishri Al-Makki), dan lain-lain secara manqul [2] (as-sama’ dan munawalah).

3) Santri-santrinya mengikuti apa yang ia ajarkan. Jika santri-santrinya malah cenderung meninggalkannya, hal ini otomatis menjadi pertanda bahwa ada sesuatu yang salah dengan apa yang ia ajarkan. (ibid)
Alhamdulillah hingga saat ini semakin banyak individu-individu, yang atas jasa Beliau pula lah, saat ini mereka telah menjadi mubaligh-mubalighot yang tersebar tidak hanya di Indonesia, namun juga di negara-negara regional seperti Australia, Singapura, Malaysia, Suriname, Vietnam. Bahkan ilmu yang dibawanya dulu dari Mekkah-Medinah, saat ini telah sampai pula di benua Amerika dan Eropa. Mereka tetap memegang apa yang telah syeikh ajarkan kepada mereka, yaitu ilmu agama yang murni berdasarkan Qur’an dan Hadits secara manqul, musnad, dan muttashil. Mereka tetap memiliki kesamaan pergerakan dakwah seperti Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah: amar ma’ruf nahi munkar, basyiiran wa nadziiran, dan lillahi ta’ala demi tujuan mulia: “wa tilkal jannatul-latii uurits-tumuuhaa bimaa kuntum ta’maluun”, “dan demikian surga itu diwariskan sebab apa-apa yang kalian perbuat (di dunia)”.

Mudah-mudahan semangat al-Manshuuriin yang pernah dicontohkan Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah ini tetap melekat pada diri generasi penerus mu’miniin yang mencintai Allah dan Rasul shallallahu ‘alaihi wassalaam diatas segalanya. Amiin Yaa Dzal Jalaali Wal Ikram. Mohon maaf bilamana ada kesalahan. Semua kesalahan dalam penulisan ini pastinya berasal dari diri penulis, namun semua kebenaran tetap berasal dari Allah Ta’ala.

Wallahu Musta’an.
Walaa hawlaa walaa quwwata illa billah.

Sumber : http://www.jabar.ldii.or.id/

:: Tampilan SISTER Universitas Jember ::
Jeng jeng ....

Eh tau gak sih guys, ada kabar baik nih bagi kalian para mahasiswa Unej. Ya baru saja aku nyobain halaman / websait baru nya Universitas Jember yang baru lho . Sekarang Sistem Informasi Akademik Mahasiswa atau yg biasa kita sebut SIAM itu sudah berganti wajah lho. Saat ini tampilan SIAM kita yang baru sudah lebih fresh dan elegan. Dengan tampilan minimalis menambah kesan mewah dari web almamater kebanggaan kita.

Kemunculan SISTER ( sebutan bagi sistem yg baru ) diharapkan bisa menutupi kekurangan yang dulu masih dimiliki oleh SIAM. Banyak kemudahan yang bisa kita peroleh dengan pemanfaatan sistem baru ini, salah satu nya adalah para mahasiswa baru bisa mengisikan data dari tempat domisili masing-masing dengan waktu pengisiannya pun cukup panjang. Bandingkan dengan pelaksanaan daftar ulang mahasiswa baru di tahun-tahun sebelumnya yang biasanya menyajikan pemandangan menumpuknya deretan antrean calon mahasiswa baru yang akan mengisikan data diri.

Sister secara bertahap juga akan diterapkan bagi para mahasiswa Universitas Jember lainnya, semisal untuk pemrograman KRS, pengumuman nilai ujian atau tugas kuliah dan lainnya. Begitu pula bagi para dosen yang akan melaksanakan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. “Sister ini kami rencanakan menjadi sebuah sistem yang mencakup sistem administrasi akademik, sistem manajemen anggaran dan e-payment.

Nah. gimana keren bukan teman..
Bagi yang penasaran ingin mencoba silahkan bisa mengunjungi situs SISTER langsung di "https://sister.unej.ac.id".

Rasakan perubahannya dan nikmati sensasinya ...
:D


Jong Madura



Yapp ....
Selamat pagi semuanya para blogger mania dimanpun berada.

Pernah denger tentang Jong Madura gak ? atau yang biasa di sebut JongMa. :)

Yakk kali ini aku akan sedikit memperkenalkan sebuah perkumpulan yang bernama JongMa. Jong Madura merupakan sebuah komunitas atau paguyuban bagi Mahasiswa dari MADURA yang sedang menempuh pendidikan kuliah di Kabupaten Jember. JongMa sendiri sudah sangat lama sekali terbentuk. Ratusan generasi dan puluhan angkatan sudah di cetak oleh keluarga besar JongMa ini.
Dengan pengalaman dan profesionalitas yang mereka miliki, JongMa menjelma menjadi sebuah paguyuban yang disegani dan terbesar di Jember.

Setiap tahun silih berganti pengurusan dibentuk, silih berganti partisipan di rekrut untuk ttp memperkuat tali silaturohim diantara warga madura yg ada di Jember. Karena orang Madura tak mengenal waktu dan tempat dimana mrk berada, sekali orang madura tetap madura. Kekerabatan yang dibangun terasa tak terhalang oleh waktu. Rasa toleransi dan berbagi selalu mereka kedepan kan untuk menjaga nilai tradisi orang Madura yang penuh dengan kasih sayang dan saling menghargai.

Para anggota yang tergabung dalam JongMa rata-rata merupakan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi yang ada di Jember,seperti Universitas Muhammadiyah Jember, Politeknik Negeri Jember, STAIN Jember, dan yang paling dominan berasal dari Universitas Jember.

Setiap tahun para anggota JongMa selalu melakukan konsolidasi dan publikasi tentang keberadaan perguruan tinggi yang ada di Jember, dan biasa nya yang paling sering di publikasikan adalah tentang Universitas Jember. Karena Universitas Jember merupakan salah satu perguruan tinggi negeri yang cukup dikenal oleh masyarakat Madura dan lumayan banyak peminat nya. Setiap tahun tim kita selalu di sebar di empat kanupaten yang ada di Madura meliputi Bangkalan, Sampang,Pamekasan, dan Sumenep. Itu merupakan bentuk pengabdian para kader JongMa terhadap almamater mereka. Sebagai penyambung informasi kepada para adik2nya yang ada di Madura. Tanpa di gaji  dan bayaran mereka tetap bersemangat mengerjakannya karena tujuan kita adalah untuk membantu adik-adik kita yang ada di Madura, yahhh inti nya berbagi terhadap sesama. :)

Pada saat daftar ulang SBMPTN UNDANGAN maupun TULIS tiap tahun nya JongMa selalu rutin mendirikan Posko Informasi di PKM yang tujuan adalah menghimpun rekan-rekan kita para Maba dari Madura yang mungkin membutuhkan informasi seputar, contoh : alur pendaftaran, syarat-syarat pendaftaran, jadwal akademik, info kosan, dll. Bagi yang masih belum punya tempat tinggal biasa nya kita tetap menyediakan tempat tinggal untuk mereka. Kontrakan dan sekret kita selalu terbuka bagi seluruh warga Madura yang akan datang. Jadi bagi para Maba dari Madura, silahkan jika ingin mencoba fasilitas penginapan ala JongMadura, dijamin gak akan kecewa. :D

okke sekian sedikit perkenalan tentang Jong Madura. Mudah-mudahan kedepannya komunitas ini bisa berguna dan memberikan manfaat bagi almamater mereka dan terutrama bagi bangsa Indonesia dan MADURA. Yeahh ... :)

"Salam Settong Dhere, Taretan Dhibi'"

Sekret : Jl. Brantas X, Jember
CP : ( IIR ) 085733014688
Akun Socmed : 
- Twitter : @JongMadura 
- FB : https://www.facebook.com/PadepokanJongMadura